04 Mei 2008

STRATEGI PENCAPAIAN BIROKRASI YANG ISLAMI

Oleh: Misri A. Muchsin

Rekrutment Pegawai adalah satu bentuk pelayanan publik, dan jika dalam pelaksananaannya bernuansa Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) adalah bertentangan dengan Syari’at Islam, karena perbuatan yanag demikian merupakan perbuatan atau tindakan yang dhalim-mendhalimi. Adapun orang atau birokrat khususnya yang berbuat dhalim akan mendapat ancaman azab Allah yang amat berat.

1. Rekrutment Pegawai Bebas KKN

Rekrutment Pegawai adalah satu bentuk pelayanan publik, dan jika dalam pelaksananaannya bernuansa Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) adalah bertentangan dengan Syari’at Islam, karena perbuatan yanag demikian merupakan perbuatan atau tindakan yang dhalim-mendhalimi. Adapun orang atau birokrat khususnya yang berbuat dhalim akan mendapat ancaman azab Allah yang amat berat. Hal ini sesuai dengan maksud firman Allah dalam QS Hudud: 102, dengan maksudnya:



Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat dhalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih dan keras.” (Q, Hud:102).
Ayat di atas dimaksudkan karena korupsi dalam bentuk sogok misalnya, koncoisme dan mengutamakan kekeluargaan atau pilih kasih (nepotisme), dianggap sebagai perbuatan dhalim dan kedhaliman amat dilarang dan dicela dalam Islam. Berbuat dhalim atau aniaya, menurut ajaran Islam adalah perbuatan salah yang harus dihindari oleh setiap diri muslim. Perbuatan yang bernuansa KKN dengan demikian bukan hanya diancam dengan dosa di akhirat nanti, tetapi juga sebagiannya dapat dijatuhi sanksi duniawi oleh oleh mahkamah karena dianggap sebagai tindak pidana atau kejahatan.
Dalam bentuk sanksi duniawi atas keputusan mahkamah, dapat berupa dipenjara sesuai dengan tingkat kesalah dan kedhaliman yang diperbuat seseorang. KKN yang dilakukan seseorang terkait erat dengan keimanan dan ketaqwaan seseorang. Oleh karena keimamnannya belum mapan, maka ia berani berbuat kedhaliman, seperti KKN. Dikatakan KKN satu bentuk kedhaliman, karena tindakan tersebut bukan berdasarkan profesionalisme dan kepatutan, tetapi berdasarkan pada nafsu, padahal dengan tindakan seperti itu sudah mengorbankan dan terdhalimi orang-orang yang professional dan patut. Dari sinilah dosa yang harus ditanggung oleh orang yang melakukan KKN, terutama dalam rekurtment pegawai.
Setiap Muslim, khususnya para pejabat harus menyadari bahwa semua tindakannya “dimonitor” oleh pegawai-pegawai Allah, yaitu para Malaikat. Allah berfirman, dalam QS. Al-Ra’du: 11:



Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan suatu kaum sehingga mereka merobah mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bai mereka selain Dia (Allah).
Dalam satu keterangan bahwa malaikat yang selalu menjaga, mengontrol dan memantau gerik-gerik perbuatan manusia disebut malaikat Hafazhah. Malaikat inilah yang selalu merekam dan mengikuti derap kehidupan manusia dari detik per detiknya.



2. Suri Teladan Pimpinan

Pemimpin atau birokrat adalah sesorang yang diberikan kepercayaan oleh masyarakat untuk memimpin dan mengurus urusan social masyarakat atau lembaganya. Seorang pemimpin mustahil dapat menjalankan tugasnya secara baik, jika tidak menunjukkan prestasi dan semangat kerja yang baik; sikap dan akhlak yang baik; serta dapat mempertanggungjawabkan kepemimpinannya. Hal yang disebutkan terakhir sesuai dengan maksud Hadits Nabi: Kullukum ra’in wakullukum ...........




maksudnya: Semua kamu pemimpin (dalam level yang berbeda), dan harus mempertanggung-jawabkan kepemimpinannya… (HR Bukhari).
Mempertanggungjawabkan kepemimpinan lebih berat dari mendapatkan kepemimpinan tersebut. Hal itu karena setiap pemimpin harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di hadapan Tuhan dan insan. Mempertanggungjawabkan kepemimpinan ke hadapan Allah lebih hakiki dan biasanya jika seseorang dapat mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di hadapan Allah, ia dengan mudah dapat mempertanggungjawabkan ke hadapan manusia. Adapun mempertanggungjawabkan kepemimpinan hanya untuk pertimbangan keredhaan manusia semata adalah kepemimpinan yang semu dan tidak hakiki.
Setiap pemimpin atau pejabat dan birokrat juga harus ada sifat malu untuk berbuat yang melanggar hokum dan akhlak yang sesuai syari’at. Hal ini sebagaimana maksud Hadits Nabi: Al Haya-u min al-Imaan. Artinya malu adalah bagian dari iman. Seseorang yang tidak lagi memiliki malu, maka pertanda ia sudah dipertanyakan keimanannya kepada Allah. Amat disayangkan dan dikhawatirkan jika yang lagi memiliki malu itu adalah seorang pemimpin, sebab ia dikhawatirkan akan berbuat kelewatan batas. Ia mungkin akan berbuat dhalim pada dirinya dan orang lain, dan jika demikian adanya tentu tidak layak lagi seseorang untuk dijadikan dan dipertahankan sebagai seorang pemimpin.
Orang yang berbuat dhalim, khususnya pemimpin atau pejabat adalah orang yang tidak baik atau tidak baik akhlaknya. Hal ini sesuai dengan maksud Hadits Nabi yang berbunyi: Khiyaarukum ahaasinukum akhlaaqan. Artinya sebaik-baik manusia di antara kamu adalah orang yang paling baik akhlaknya.
Dalam masyarakat Arab, berkaitan dengan akhlak seseorang memiliki satu kata hikmah untuk mengukur kehidupan satu bangsa, baik pemimpin maupun rakyatnya. Kata hikmahnya berbunyi: Wainnamal Umamu al-Akhlaaqu maa baqiyat. Painhum zahabat ikhlaaqahum zahabuu:


Maksudnya: Sesungguhnya bangsa itu tergantung erat pada moral atau akhlaknya, jika satu bangsa itu rusak moral-akhlaknya, maka binasalah bangsa yang bersangkutan.
Apalagi kalau yang rusak moral itu para pemimpin satu bangsa dari berbagai levelnya, tentu amat berpengaruh dan mempercepat hancur atau runtuhnya bangsa atau Negara yang bersangkutan.
Khusus bagi para pejabat atau pemimpin dengan demikian, malu amat penting dan melebihi pentingnya dari malu yang harus dimiliki oleh anggota masyarakat biasa. Jika para pejabat tidak lagi malu maka ia dikhawatirkan ia akan berbuat semaunya dan termasuk kedhaliman-kedhaliman yang akan diderita oleh bawahan atau masyarakat secara umum. Oleh karena begitu strategisnya kedudukan malu pada seseorang, khususnya para pemimpin atau pejabat, patut disimak satu Hadits Rasulullah bersabda: Painlam yastahi, pasda’ maa syikta. Artinya jika tidak malu, maka lakukan apa yang kamu suka. Maksudnya hadits ini sebagai bentuk unjuk rasa Rasulullah, terhadap orang-orang yang berprofil tidak malu. Ia membandel atau keras kepala dengan profil ketidak-maluannya.
Kemudian seseorang birokrat, pemimpin atau yang yang berminat ingin menjadi pemimpin sepatutnya mencontohi dan meneladani prinsip imam dalam salatnya. Ia harus menjadi teladen kesalehan bagi para makmumnya, baik dari sisi lahiriyah maupun dalam perjalanan hidupnya; baik dari percatan amaupun dari segi perbuatannya; baik segi sikap maupun perilakunya harus menjadi teladan masyarakat atau makmumnya. Hal itu karena ia seorang yang paling depan dari masyarakatnya. Jika prinsip imam ini dapat dijadikan pedoman oleh seseorang birokrat atau pemimpin, dipastikan ia akan menjadi pemimpin yang terlindung dari ancaman hukum tahan dan mahkamah hukum manusia.

3. Pembinaan Secara Kontinue
Untuk pencapaian birokrat yang Islami pada setiap levelnya, perlu ada pembinaan secara terus menerus. Setiap aparat atau birokrat pemerintah yang bernaung di bawah pemerintahan yang berpayung syari’at juga harus memiliki sifat-sifat malu jika mengerjakan sesuatu yang kelewetan batas, bertentangan dengan hokum Allah dan berakhlak buruk. Hal dimaksud karena malu bagian dari iman. Hal ini sebagaimana maksud Hadits Nabi: Al Haya-u min al-Imaan. Artinya malu adalah bagian dari iman. Mengingat malu amat penting dimiliki seseorang muslim dan birokrat khususnya, maka menanamkan dan mengembangkana budaya malu di kalangan birokrat merupakan bentuk pembinaan kepribadian birokrat yang bersangkutan.
Kedua, bahwa dalam menjalankan tugas kedinasannya, birokrat yang Islami selalu bertawakkal kepada Allah, sebab tawakkal juga berhubungan langsung dengan keimanan. Allah berfirman dalam qs. Al-Maidah: 23:


Maksudnya: Dan hanya kepada Allah hendakanya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang-orang yang beriman.

Kemudian dalam ayat lain Allah berfirman:


Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah iu tidak mampu memberikan rezki kepadamu; maka mintalah rezki itu di sisi Allah. (QS. Al-Ankabut: 17)

Ketiga, birokrat yang baik atau Islami adalah birokrat yang tidak menganiaya dirinya sendiri. Hal ini sesuai dengan maksud firman Allah dalam surat al-Fatir: 32,
Aniaya diri sendiri dimaksudkan, pertama, ada pendapat yang mengatakan bahwa orang yang lahirnya lebih baik dari banthinnya, sedangkan orang yang lebih dahulu berbuat kebaikan adalah orang yang bathinnya lebih baik dan lebih utama dari lahirnya;; kedua, “orang yang menganiaya diri sendiri” adalah orang yang melakukan dosa besar, lalu “orang yang pertengahan “ adalah orang yang melakukan dosa kecil; sedangkan orang yang lebih dahulu berbuat kebaikan adalah orang yang tidak melakukan kedua dosa tersebut. Ketiga, orang yang aniaya diri sendiri adalah orang yang lebih banyak keburukannya, orang pertengahan adalah orang yang berimbang antara kebikan dan keburukannya; sedangkan orang yang lebih dahulu berbuat kebaikan adalah orang yang lebih banyak berbuat kebaikannya. Keempat, orang aniaya diri sendiri adalah orang yang banyak berbuat maksiat; orang pertengahan adalah orang yang bertaubat, sedang orang yang lebih dahulu berbuat kebaikan adalah orang yang cinta kepada Allah. Dst sd delapan!
a.Momentum Shalat Berjama’ah dan Ceramah Agama
Mengadakan salat berjama’ah dan dibarengi dengan ceramah agama di kantor-kantor pemerintah pada waktu dhuhur dan ashar merupakan momentum pembinaan diri bagi pegawai secara keseluruhan dan pejabat atau birokrat khususnya dalam mengharungi kehidupan. Ia akan sadar bahwa kehidupan yang dihadapi bukan hanya kehidupan dunia seperti dunia pekerjaannya yang kasat mata, tetapi juga harus dipahami dan disadari ada kehidupan non-fisik terutama dalam hubungannya dengan Allah Maha pencipta sebagai bentuk hubungan pertikalnya.
Kemudian dengan adanya ceramah-ceramah agama, dialog atau diskusi-diskusi berbagai perihal keagamaan di kantor-kantor pemerintah pada waktu sesudah salat berjama’ah, mengantarkan seseorang birokrat atau Pegawai lebih paham dan menambah wacana dalam pemahaman dan pelaksanaan ajaran agamanya, yaitu ajaran Islam. Ia akan lebih sadar dengan pekerjaannya dan bagaimana ia seharusnya hidup, bersifat dan bersikap dalam menghadapi dan menyelesaikan rutinitas pekerjaannya dari perspektif ajaran Islam.
b. Penyusunan Aturan Tambahan
Masih dalam rangka pembinaan, pimpinan satu biro, kantor atau dinas, harus mampu merumuskan aturan-aturan yang sifatnya lebih pada pelaksanaan ajaran Islam dan mengikat seluruh pegawai untuk mematuhinya. Misalnya anjuran shalat berjamaah, agar pegawai semuanya mau dan dapat melaksanakan secara rutin, pimpinan harus menetapkan ia salah seorang yang akan mengisi ceramah pada hari tertentu dan dalam ceramahnya akan disampaikan berita-berita penting yang menyangkut dengan tugas. Hal semacam ini akan memacu pegawai untuk berjama’ah secara rutin.
c. Memupuk Nilai-nilai Silaturrahim
Dalam Al-Qur’an Allah menetapkan melalui firman-Nya:



Madsudnya: Sesungguhnya orang beriman itu bersaudara, dan damaikanlah di antara mereka (jika terjadi perselisihan) ...
Dalam haits Nabi juga bersabda:


Maksudnya: Setiap Muslim dan Muslimat bersaudara seperti satu tubuh yang akan merasa sikit seluruhnya jika satu anggotanya sakit.

Silaturrahim antar pegawai juga amat dituntut, sebab dengan hubungan silaturrahhim pula nilai-nilai persaudaraan dan kerjasama akan terpupuk dan terjaga. Dengan silaturrahim politik jahat dan politik pembusukan terhindari, sebaliknya upaya kebaikan, persaudaraan dan redha Allah yang diutamakan.

4. Pengawasan Secara Optimal
Dalam kelangsungan pemerintahan yang bersih, berwibawa, bermartabat dan mendapat lindungan Allah, perlu selalu ada pengawasan secara optimal. Pengawasan dimaksud baik oleh satu badan khusus, maupun perpanajangan tangan satu badan pengawasan pada setiap lembaga pemerintah yang ada.
Dalam teknisnya, terhadap Pegawai Negeri Sipil, pejabat atau pemimpin satu lembaga yang disangka melakukan pelanggaran, sebelum dijatuhi hukuman disiplin terlebih dahulu dipanggil untuk diperiksa yang dituangkan ke dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Wewenang pemerikasaan, kalau dalam dan di lingkungan Departemen Agama diatur dalam KMA No. 75 tahun 1995 yang prinsipnya pemeriksaan dilakukan oleh atasan langsung.
Pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti dan obyektif, sehingga dapat dipertimbangkan dengan seksama tentang jenis hukuman yang akan dijatuhkan setimpal dengan pelanggaran displin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran displin dipanggil 2 (dua) kali untuk diperiksa tidak hadir, maka tidak mnghalangi penjatuhan hukuman disiplin ( dianggap telah diperiksa). Teknis Pemeriksaan dengan BAP bisa dilihat pada keputusan Irjen Departemen Agama No.II/106/1999.


5. Reward Bagi Pegawai Berprestasi

Dalam upaya meningkatkan keteraturan dan disiplin, profesionalisme dan etos kerja, reward atau penghargaan dapat diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil. Hal itu karena seseorang telah menunjukkan kesetiaan atau telah berjasa terhadap Negara, agama atau telah menunjukkan prestasi kerja yang luar biasa baiknya.

Penghargaan diberikan dalam rangka mendorong dan meningkatkan prestasi kerja serta untuk memupuk kesetiaan terhadap Negara dan agama. Sesuai dengan penjelasan Undang-undang No. 8 tahun 1974, Penghargaan bisa berupa tanda jasa, kenaikan pangkat, piagam, materi dan sebagainya.
Beberapa penghargaan kepada Pegawai Negeri Sipil atau birokrat yaitu:
1. Memperoleh Penghargaan Satyalencana Peringatan Kemerdekaan (Satyalencana Kemerdekaan) berdasarkan PP No. 29 tahun 1959.
Biasanya penghargaan jenis ini diberikan kepada seseorang PNS atau birokrat yang sudah mencapai prestasi kerja dan masa pengabdian yang cukup, misalnya 35 tahun atau lebih dan ia tidak cacat dalam dan selama pelaksanaan tugasnya.

2. Memperoleh Tanda Kehormatan “Satyalencana Karya Satya”
Berdasarkan PP No. 25 tahun 1994, Satya Lencana Karya Satya terdiri dari:

a. Satyalencana Karya Satya 10 tahun, berwarna perunggu.
b. Satyalencana Karya Satya 20 tahun, berwarna perak.
c. Satyalencana Karya Satya 30 tahun, berwarna emas.
Semua itu dapat diberikan kepada pegawai atau pejabat yang sudah menunjukkan masa pengabdian dan prestasi kerja serta kejujuran dalam bertugas dengan baik. Kemudian yang paling penting dalam penentuan pemberian penghargaan harus dipertimbangkan seseorang birokrat atau PNS dalam hal kesetiaan dan komitmennya dalam menjalankan syari’at agamanya, misalnya dalam menunaikan ibadah shalat berjama’ah dan puasa di bulan ramadhan, ia dengan penuh keyakinan dalam pelaksanaannya.

3. Memperoleh penghargaan karena melakukan kewajiban secara luar biasa.
Berdasarkan PP No. 35 tahun 1964, Pegawai Negeri Sipil yang telah menunjukkan jasa- jasa, kerajinan, kejujuran, taat dalam tugas kewajiban secara luar biasa sehingga patut dijadikan teladan oleh yang lainnya, dapat diberikan penghargaan berupa:

a. Piagam pernyataan penghargaan yang ditetapkan oleh Presiden,
Mentri atau Gubernur.
b. Uang sebesar 10 (sepuluh) kali gaji pokok.

Harus diakui bahwa seseorang pejabat, birokrat atau PNS secara umum dapat dijadikan teladan oleh yang lainnya jika dalam menjalankan tugas kesehariannya tidak keluar dari koridor syari’at agamanya. Sebab seseorang yang berpegang teguh pada syari’at Islam akan melaksanakan tugasnya secara baik, jujur atau terpercaya, disiplin, suka menolong dan bekerjasama dengan baik, rasa kesetiakawan (solidaritas) yang ditunjukkannnya tinggi, sabar dan cinta sesama bekerja secara serius, fokus dan penuh energik. Realitas pekerja yang demikian yang diidealkan dalam Islam, di Nanggroe Aceh Darussalam khususnya yang sedang menggalakkan menerapkan syari’at Islam. Kepada mereka yang demikian itulah yang pantas mendapat piagam penghargaan dan bonus uang 10 gaji pokok di maksudkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1964 di atas. Tidak hanya, untuk menggiring ia sebagai birokrat atau PNS yang Islam, pemerintah dapat saja menggantikan pemberian penghargaan 10 kali gaji dengan memberikan Ongkos Naik Haji (ONH), sebab di samping rentang perbedaannya tidak jauh lagi yang harus ditambah, juga yang paling penting dengan penghargaan pemberian ONH akan mengantarkan seseorang birokrat atau PNS lebih taat dan komit pada pelaksanaan serta ajaran agamanya.

4. Memproleh kenaikan pangkat.

Sebagaimana diatur dalam PP No. 99 tahun 2000 pasal 1 angka 2 dikatakan bahwa kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil terhadap Negara. Selanjutnya pasal 3 dinyatakan bahwa kenaikan pangkat dilakukan berdasarkan sistem reguler dan pilihan. Kenaikan pangkat regular adalah penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi syarat yang ditentukan tanpa terikat pada jabatan. Kenaikan pangkat regular diberikan sepanjang tidak melampaui pangkat atasannya.

Kenaikan pangkat pilihan adalah kepercayaan dan penghargaan yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil atas prestasi kerjanya yang tinggi. Kenaikan pangkat pilihan diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang :
a. Menduduki jabatan struktural tertentu;
b. Menduduki jabatan funsional tertentu;
c. Menunjukkan prestasi kerja yang luar biasa baiknya;
d. Menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi Negara;
e. Diangkat menjadi pejabat Negara;
f. Memperoleh ijazah lebih tinggi (penyesuaian ijazah);
g. Tugas belajar;
h. Dipekerjakan atau diperbantukan.

Di samping kenaikan pangkat reguler dan pilihan, dikenal juga kenaikan pangkat anumerta dan kenaikan pangkat pengabdian.
Kenaikan pangkat anumerta diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang tewas (meniggal akibat dinas). Sedangkan kenaikan pangkat pengabdian diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil karena mencapai batas usia pensiun, menjelang pensiun pegawai. Kenaikan pangkat pengabdian setingkat lebih tinggi apabila memiliki masa kerja 30 tahun diberikan setelah 1 bulan dalam pangkat terakhir, masa kerja 20 tahun diberikan setelah 1 tahun dalam pangkat terakhir, masa kerja 10 tahun diberikan setelah 2 tahun dalam pangkat pangkat terakhir (pasal 27 ayat (1) huruf a PP NO. 11 tahun 2002).
Bagi Pegawai Negeri Sipil yang cacat akibat dinas diberikan kenaikan pangkat pengabdian 1 tingkat lebih tinggi ( pasal 28 PP No. 99 tahun 2000). Seorang Pegawai Negeri Sipil yang cacat akibat dinas yang tidak bisa bekerja lagi diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (pasl 29 PP No.12 tahun 2002).


6. Larangan dan Punishment Bagi Pegawai Indisipliner

A. Larangan Bagi Birokrat atau Pegawai Negri
Di samping kewajiban-kewajiban bagi Pegawai Negeri (Sipil dan non-sipil) sebagaimana diatur dalam pasal 2 peraturan Pemerintah No. 30 tahun 1980 diatur juga larangan-larangan bagi pegawai Negeri, khususnya pegawai negeri sipil seperti yang tercantum dalam pasal 3, yaitu sebagai berikut:
1. Melakukan perbuatan yang melanggar syari’at Islam, menurunkan citra / kehormatan/ martabat Negara, Pemerintah atau Pegawai Negeri Sipil dan menyalahgunakan wewenang.
2. Menjadi anggota atau pengurus Parpol.
3. Melakukan pungutan tidak sah (pungli), menerima hadiah yang berkaitan dengan jabatan/ Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan atau korupsi, karena berlawanan dengan syari’at.
4. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan dan melakukan balas dendam.
5. Mempersulit masyarakat yang dilayani, menghalangi kelancaran tugas kedinasan dan membocorkan rahasia Negara.
6. Tanpa izin resmi menjadi pegawai/ bekerja pada Negera Asing.
7. Memiliki saham, melakukan usaha dagang, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta.
8. Menyalahgunakan barang-barang, uang, dokumen atau surat-surat berharga milik Negara.
9. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerja dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak yang secara lansung atau tidak langsung merugikan Negara.
10. Memasuki tempat- tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat Pegawai Negeri Sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan.
11. Bertindak selaku perantara bagi sutau pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/ instansi pemerintah.
12. Melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta bagi yang memangku jabatan eselon I.

Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang (III/D) ke bawah yang akan melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam nomor 12 tersebut di atas wajib mendapat izin tertulis dari pejabat yang berwenang.
Dari hal-hal dan kegiatan serta kedudukan yang dilarang bagi seorang birokrat-PNS, semuanya untuk menghindari dan menjaga nama baik mereka dari segala kedhaliman, kejahatan, kehinaan dan kehancuran. Dengan undang-undang di atas, setiap pribadi birokrat diharapkan terjaga nama baik pribadi mereka di hadapan manusia.
Lebih dari maksud undang-undang di atas, menurut syari’at Islam adalah agar mereka terhindar dari siksa dan ancaman hukum Tuhan yang amat dahsyat serta tidak ada tandingannya dengan sankisi hukum namusia kapan dan di manapun. Secara konsepsional dan dalam operasionalnya, larangan-larangan dalam syari’at Islam lebih hakiki dan larangan tersebut memiliki hikmah atau manfaat bagi manusia melebihi dari apa yang dirincikan dalam undang-undang di atas sebagai produk hukum manusia.


B. Sanksi atau Punishment Bagi Birokrat atau Pegawai Negeri

Seperti dalam penjelasan PP. No. 30 tahun 1980 dinyatakan, bahwa tujuan hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggalaran disiplin, bukan balas dendam.
Peraturan lain yang terkait erat dengan PP. No. 30 tahun 1980 adalah PP. No. 10 tahun 1983 disempurnakan PP.No. 45 tahun 1990 tentang “Izin perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil”, dan Surat Edaran Kepala BKN No. 10/SE/1981 tentang “Tindakan administratif dan hukuman disiplin terhadap Pegawai Negeri Sipil yang memiliki/ menggunakan ijazah palsu/ aspal”.
Terhadap pelanggaran izin perkawinan/ perceraian maupun ijazah palsu/ aspal dikenai sanksi berdasarkan PP. No. 30 tahun 1980.
Pelanggaran disiplin dapat berupa ucapan lisan, tulisan atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang bertentangan dengan norma etik Pegawai Negeri Sipil. Pelanggaran tidak hanya di dalam tugas tetapi juga di luar tugas jam kerja.

Bagi Pegawai Negeri sipil yang melanggar kewajiban-kewajiban dan larangan yang dapat dijatuhi sanksi/hukuman pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya. Adapun tingkat dan jenis hukuman disiplin adalah sebagi berikut :

1. Tingkat Hukuman Disiplin

Birokrat yang menunaikan tugas secara baik, maka akan dikenakan hukum disiplin. Tingkat hukuman disiplin yaitu hukman disiplin ringan, hukuman displin sedang, hukuman disiplin berat.

a. Hukuman disiplin ringan terdiri dari :

1. Teguran lisan
2. Teguran tertulis
3. Pernyataan tidak puas secara tertulis.

b. Hukuman disiplin sedang terdiri atas :

1. Penundaan kenaikan gaji berkala (KGB)untuk paling lama 1 tahun.
2. Penurunan gaji sebesar 1 kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 tahun.
3. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 tahun.

c. Hukuman disiplin berat terdiri atas :

1. Penurunan pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 tahun.
2. Pembebasan dari jabatan.
3. Pemberhentian dengan homat (PDH) tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil.
4. Pemberhentian dengan tidak hormat (PTHD) sebagai Pegawai Negeri Sipil.

2. Pejabat Yang Berwenang.

Pelimpahan wewenang pejabat yang berwenang menghukum diatur dalam KMA No. 229 tahun 1986 yang secara garis besarnya adalah :
a. Pemberhentian tidak bisa dilimpahkan.
b. Penurunan pangkat dan pembebasan jabatan wewenang pejabat eselon I.
c. Penundaan kenaikan pangkat wewenang pejabat eselon II.
d. Penundaan KGB wewenang pejabat eselon III.
e. Pernyataan tidak puas secara rertulis wewenang pejabat eselon IV.
f. Teguran lisan wewenang peabat eselonV.

3. Pemeriksaan

Terhadap birokrat atau Pegawai Negeri yang disangka melakukan pelanggaran, sebelum dijatuhi hukuman disiplin terlebih dahulu dipanggil untuk diperiksa yang dituangkan ke dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Wewenang pemerikasaan di lingkungan Departemen Agama diaturdalam KMA No. 75 tahun 1995 yang prinsipnya pemeriksaan dilakukan atasan langsung.
Pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti dan obyektif, sehingga dapat dipertimbangkan dengan seksama tentang jenis hukuman yang akan dijatuhkan setimpal dengan pelanggaran displin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran displin dipanggil 2 (dua) kali untuk diperiksa tidak hadir, maka tidak mnghalangi penjatuhan hukuman disiplin ( dianggaup telah diperiksa).
Teknis Pemeriksaan dengan BAP bisa dilihat pada eputusan Irjen Departemen Agama No.II/106/1999.

4. Penjatuhan Hukuman Disiplin
Untuk memacu pencapaian pejabat atau birokrat yang Islami, tidak hanya dengan pemberian reward, tetapi juga perlu adanya hukuman dan sanksi bagi seseorang birokrat yang melanggar aturan dan akhlak Islami.
Dalam menentukan jenis hukuman displin yang akan dijatuhkan haruslah dipertimbangkan dengan seksama, bahwa hukuman displin yang akan dijatuhkan itu setimpal dengan pelanggaran yang dilakukan sehingga diharapkan dapat diterima oleh rasa keadilan. Untuk menetukan sanksi displin yang akan dijatuhkan perlu dibicarakan pada Dewan Pertimbangan Saran Tindak Lanjut (khusus di lingkungan Itjen Departemen Agama), dan dewan Pertimbangan Kepegawaian (Setjen Dep. Agama) dengan memperhatikan standar pelanggaran disiplin (KMA No. 203 tahun 2002).

Tidak ada komentar: